Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Besarnya potensi kekayaan alam pesisir telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan hidup seperti kelebihan tangkap (over fishing) di sektor perikanan, perusakan hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta abrasi pantai dan gelombang pasang hingga masalah kerusakan akibat bencana alam seperti tsunami. Permasalahan ini secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kemiskinan masyarakat pesisir, kebijakan yang tidak tepat, rendahnya penegakan hukum (law enforcement), dan rendahnya kemampuan sumberdaya manusia (SDM).
Permasalahan di pesisir di atas bila dikaji lebih lanjut memiliki akar permasalahan yang mendasar. Ada lima faktor, yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan penyebaran sumberdaya yang tidak merata, ketiga kelembagaan, keempat, kurangnya pemahaman tentang ekosistem alam, dan kelima kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam. Beberapa hasil studi mengungkapkan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Karakteristik ekosistem pesisir yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem pesisir. Sehingga pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holistik. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir serta ruang yang memperhatikan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir atau sering disebut masyarakat pesisir menjadi bagian penting dalam ekosistem pesisir. Komponen terbesar dari masyarakat pesisir adalah nelayan yang memiliki ketergantungan yang besar terhadap keberlanjutan sumberdaya alam pesisir.
Nelayan adalah orang yang melakukan penagkapan (budidaya) di laut dan di tempat yang masih dipengaruhi pasang surut. Serangkaian penelitian yang berkaitan dengan kemiskinan masyarakat pesisir. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan mereka adalah faktor budaya dan degradasi sumberdaya.
Degradasi sumberdaya seperti rusaknya ekosistem mangrove dan perikanan sebagian diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap perikanan yang destruktif, aktivitas illegal lodging, alih fungsi lahan menjadi tambak dan perkebunan sawit. Berdasarkan kondisi spesifik dan kemiskinan yang seakan menjadi trade mark komunitas di pesisir, maka pemahaman lebih jauh tentang pengelolaan wilayah pesisir menjadi penting. Ada empat tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir, yaitu : (a) Open access property; (b). Common property; (c). Public property; dan (d). Private property. Masing-masing karakteristik tipe pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir ini turut menentukan bagaimana cara pengelolaan wilayah pesisir dilakukan.
Di perairan Sulawsei masyarakat nelayan masih menganggap sumberdaya ikannya sebagai open access property sehingga nelayan dari tempat lain dibiarkan menangkap ikan.
Di Sulawesi Selatan masyarakat menganggap sumberdaya ikan, mangrove dan terumbu karang yang ada di wilayah pesisir adalah milik pemerintah hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Pokok Perairan No. 6/1996 dengan tegas menyatakan sumberdaya alam yang ada di perairan adalah milik pemerintah. Namun dalam skala tertentu pemerintah membiarkan kelompok masyarakat pesisir untuk mengelolanya. Ada dua tantangan dalam mempraktekkan manajemen sumberdaya laut secara berkelanjutan yaitu pertama, kesadaran yang ditunjukkan oleh pelaku akan pentingnya manajemen yang berkelanjutan dan berkeadilan tidak tampak pada stakeholder (termasuk aparat militer dan birokrasi daerah) di daerah. Kedua, terdapatnya kontestasi di antara semua kelompok yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut. Pada arena kontestasi ini tampaknya masing-masing kelompok cenderung saling mengklaim hak khusus mereka terhadap sumberdaya laut dan menafikan klaim dari pihak-pihak lain.
Model Pengelolaan Berbasis Masyarakat Salah satu unsur penting dalam pembangunan
berkelanjutan adalah adanya partisipasi masyarakat dan desentralisasi pengelolaan.
Implementasi dari adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan pengelolaan
wilayah pesisir dan laut adalah pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat.
Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat dapat didefinisikan sebagai
suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan kesempatan kepada masyarakat
untuk mengelola suberdaya perikananannya sendiri dengan terlebih dahulu mendefinisikan
kebutuhan dan keinginan, tujuan serta aspirasinya. Ada dua komponen penting keberhasilan
pengelolaan berbasis masyarakat adalah :
Pengelolaan atau pembangunan berbasis masyarakat memunculkan teori baru yang menyajikan potensi baru yang penting guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan kelestarian pembangunan itu sendiri, yang disebut teori pembangunan berpusat pada rakyat (people centered development). Teori ini menyatakan bahwa proses pembangunan harus berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia, bukan pada pertumbuhan ekonomi melalui pasar maupun memperkuat negara, teori ini disebut sebagai Alternative Development Theory. Ada lima prinsip dasar yang penting dilaksanakan dalam pengelolaan berbasis masyarakat yaitu :1). pemberdayaan, 2).pemerataan akses dan peluang, 3).ramah lingkungan dan lestari, 4).pengakuan terhadap pengetahuan dan kearifan tradisional, dan 5).kesetaraan jender.
Dalam Implementasinya pengelolaan berbasis masyarakat dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu tradisional dan neotradisonal. Pengelolaan berbasis masyarakat tradisional umumnya berdasarkan adat dan tradisi yang lazim atau telah ada di masyarakat sejak lama. dilahirkan berdasarkan aturan-aturan baru yang ditetapkan oleh masyarakat sendiri ataupun difasilitasi oleh pemerintah atau LSM.
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, kerusakan ekosistem
serta konflik antara nelayan tradisional dan industri perikanan modern dan masalah lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan keanekaragaman hayati laut (misalnya berkurangnya daerah mangrove dan padang lamun
sebagai daerah pembesaran sumberdaya perikanan, penurunan kualitas air, pencemaran
dsb).
Pengelolaan berbasis masyarakat dapat terlaksana jika masyarakat lokal mampu
memanfaatkan potensi alam, budaya dan infrastruktur yang ada. Oleh karena itu, masyarakat
perlu memahami dan sadar akan potensi serta kendala yang berkaitan dengan pengelolaan
sumberdaya laut mereka. Penyadaran dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengelolaan
sumberdaya berbasis masyarakat dapat dilaksanakan lewat lima tingkatan yaitu : (1) meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan memberikan alternatif usaha yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak merusak lingkungan, (2) memberi masyarakat akses terhadap informasi sumberdaya alam,
pasar dan perlindungan hukum, (3) menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pelestarian
ekosistem pesisir/laut, (4) menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan
melestarikan ekosistem pesisir dan laut dan (5) meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengelola dan melestarikan ekosistem laut.
Keterlibatan pemerintah diperlukan dalam hal mengelola sumberdaya perikanan
karena alasan administrasi. Di sisi lain, asumsi dan fakta menyatakan bahwa hanya
pemerintah yang berhak menjalankan administrasi dengan otoritas dan kemampuannya.
Model Pengelolaan Berbasis Pemerintah Dalam perkembangan selanjutnya peran
institusi pemerintah dalam mengelola wilayah pesisir dan laut sangat besar terutama
dalam menjamin pengelolalaan sumberdaya perikanan khususnya dalam pembangunan perikanan
yang dilakukan sesuai dengan permintaan dan standar internasional. Namun dalam beberapa
hal institusi pemerintah mengalami kelemahan dalam mengelola sumberdaya perikanan.
Tulis Komentar